Tentang Sebuah Pensil
Pensil merupakan alat tulis yang terbuat dari grafit dan tanah liat. Bentuknya seperti silinder dengan ruang di bagian tengahnya dan diisikan dengan campuran grafit dan tanah liat. Pada awal-awal pembuatan pensil, bahan yang digunakan hanyalah grafit saja (grafit murni). Lalu dimasukan ke dalam batang pensil. Tepatnya di bagian tengahnya.
Setelah pensil itu mulai digunakan dan menulis di atas kertas ternyata sangat mudah patah. Seringkali menghambat menghambat proses belajar dan menulis itu sendiri. Ini disebabkan karena tekstur grafit yang memang rapuh dan mudah patah.
Ini dia bentuk grafit tersebut.
Setelah itu terus dilakukan pengembangan oleh para inventor untuk menciptakan pensil yang tidak mudah patah. Hingga sampailah pada ide untuk mencampurkan bahan grafit dengan tanah liat. Rasanya ini cara yang cukup logis. Karena pada zaman itu manusia sudah bisa mengolah tanah liat. Seperti untuk membuat meja, tempat masak hingga rumah.
Setelah grafit dan tanah liat dicampurkan dan dimasukan ke dalam batang pensil. Akhrinya ditemukanlah alat tulis yang lebih baik. Hasil teulisannya tetap pekat dan tidak mudah patah. Ini menjadi penemuan yang sangat besar pada masa itu. Manfaatnya benar-benar terasa sekali bagi masyarakat. Terutama di kalangan akademisi dan birokrat yang membutuhkan alat tulis.
Hari ini pensil sudah diproduksi dalam skala besar oleh industri pensil. Kita mengenalnya dengan bermacam-macam merek. Untuk masalah kualitas (baik itu kualitas campuran grafit dan tanah liatnya maupun kualitas kayunya) rata-rata semuanya sudah bagus. Namun begitu ternyata masih ada beberapa merek pensil (mereknya tidak bisa disebutkan) yang masih kualitas yang cukup buruk. Ciri ciri pensil itu ketika diraut, grafitnya tiba-tiba copot dan terjatuh dari batang pensil. Awalnya saya pikir mungkin itu disebabkan karena saya terlalu keras merautnya. Kemudian saya coba lagi untuk yang kedua kalinya dan masih terjadi hal yang sama. Grafitnya copot dan terjatuh dan begitu seterusnya.
Kemudian saya coba dengan merek lain yaitu Pensil Staedler. Begitu saya raut grafitnya mulai meruncing dan terus diraut hingga akhirnya pensil menjadi sangat runcing. Hebatnya grafitnya tetap utuh dan tidak patah seperti pensil pertama. Inilah perbedaan kualitas antara pensil staedler dengan pensil lainnya. Mungkin karena campuran grafit dan tanah liatnya yang sangat pas, sehingga walaupun diraut hingga runcing sekalipun tidak akan patah atau copot.
Semenjak ditemukan teknik pencapuran grafit dan tanah liat ini, akhirnya pensil mulai berkembang. Terutama dari bentuk batangnya. Ada yang seperti silinder (bulat), ada yang berbentuk segi enam dan ada juga yang berbentuk segitiga.
Perkembangan ini juga diiring dengan bentuk grafit itu sendiri. Seperti “pensil anak” yang isinya (grafitnya) bisa diisi ulang. Jadi saat menggunakannya kita tidak perlu meruncing pensil tapi cukup mengisi ulang (reload) anak pensilnya (grafit).
Ini sangat simple dan efisien. Kita tidak perlu membuang-buang waktu untuk meruncingkan pensil lagi. Saat pensilnya sudah habis, tinggal isi ulang saja dan pensil sudah bisa digunakan.
Ini dia bentuk pensil isi ulang / pensil anak.
Pada akhirnya kita menyadari seberapa besarpun perkembangan pensil, yang menentukan manfaatnya tetap saja orang yang menggunakannya. Pensil yang biasa-biasa saja bisa menciptakan karya yang luar biasa bila berada di tangan orang yang luar biasa. Orang yang terus belajar dan terus memperbaiki ilmunya. Begitu juga sebaliknya... Pensil yang paling canggihpun kalau berada ditangan orang-orang yang tidak mau belajar dan memperbaiki ilmunya, tidak akan pernah bisa menciptakan karya-karya besar.
Oleh karena itu belajarlah... terus belajar tanpa henti. Karena ilmu tidak terbatas usia, masa, ruang dan ras. Ia milik semua manusia.
Belum ada tanggapan untuk "Tentang Sebuah Pensil"
Post a Comment